Sejarah dan Seni Budaya
Kampung Tembudan

Sejarah Terbentuknya
Kampung Tembudan
Kampung Tembudan merupakan salah satu kampung yang secara administratif termasuk dalam Wilayah Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Sebelum dinamakan Kampung Tembudan, dahulu kampung ini terdiri dari beberapa wilayah atau kelompok perkampungan kecil dan pemukiman masyarakatnya pernah beberapa kali berpindah-pindah. Setiap masyarakat asli perkampungan kecil dan kelompoknya mewarisi bekas perkampungan lama dan hutan penjelajahan secara turun temurun dan secara garis besarnya ada 5 (lima) wilayah atau kelompok perkampungan. Kelima wilayah atau kelompok perkampungan kecil tersebut meliputi Perkampungan Jantui, Perkampungan Kuping Inyigit, Perkampungan Limbuh Danum Putung, Perkampungan Bual-Bual, Perkampungan Linsang Labuan Cermin.
Pada tahun 1949, Perkampungan Linsang Labuan Cermin kemudian berganti nama menjadi Tembudan. Arti nama Tembudan menurut bahasa asli masyarakat setempat memiliki makna “tempat pertemuan” atau “tempat perkumpulan”. Meskipun masyarakat asli kampung ini dahulunya pernah hidup berkelompok kelompok dan mendiami perkampungan-perkampungan kecil namun, sebenarnya mereka masih memiliki ikatan keluarga dekat karena mempunyai kesamaan adat, bahasa dan budaya yang sama yaitu Dayak Ahi. Dahulunya masyarakat yang mendiami perkampungan-perkampungan kecil tersebut menggantungkan hidup dari berburu dan berkebun. Bukti-bukti adanya peninggalan perkampungan dan kebun pada zaman dahulu masih dapat ditemui hingga saat ini seperti pohon buahbuahan (kelapa, durian, langsat, rambutan, dan sebagainya) yang mengelompok. Selain itu, makam-makam tua dapat juga ditemukan ditempat perkampungan lama tersebut yang biasanya ditandai dengan pohon bambu. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman, pada tahun 1949 atas saran dari pemerintah pada saat itu akhirnya masyarakat yang mendiami perkampungan-perkampungan lama tersebut menyatukan diri dan membangun peradaban baru di Kampung Tembudan yang dahulu bernama Linsang Labuan Cermin.
Seni dan Budaya
di Kampung Tembudan
Kampung Tembudan saat ini merupakan contoh nyata dari integrasi sosial yang berhasil, di mana penduduk asli dan pendatang hidup berdampingan dengan harmonis. Penduduk asli Kampung Tembudan, yang mayoritas berasal dari suku Dayak, kini telah berbaur dengan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Pendatang tersebut meliputi suku Jawa, Batak, Timur, Bugis, Bajau, Bima, Madura, dan banyak suku lainnya. Masuknya berbagai investor dari berbagai sektor usaha juga turut mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi kampung ini. Akibatnya, Kampung Tembudan kini dikenal dengan keanekaragaman seni dan budaya yang begitu kaya.
Heterogenitas suku, adat, dan karakter masyarakat menciptakan suasana yang dinamis dan multikultural. Seni tradisional Dayak berbaur dengan budaya Jawa, tari-tarian Bugis, musik Batak, dan berbagai tradisi lainnya, menciptakan sebuah mozaik budaya yang unik dan menarik. Selain itu, kegiatan ekonomi yang semakin berkembang juga mendorong terciptanya inovasi dan kolaborasi antar suku, yang memperkuat ikatan sosial dan memperkaya kehidupan masyarakat Kampung Tembudan. Inilah yang menjadikan Kampung Tembudan sebagai sebuah contoh harmoni dan keberagaman di Indonesia.
Seni dan budaya yang ada dikampung Tembudan ini sering ditampilkan pada acara-acara tahunan kampung maupun dalam rangka penyambutan tamu yang datang ke kampung Tembudan. Seni yang sering ditampilkan pada acara-acara Kampung yaitu seni tari dengan iringan musik khas dari suku-suku tersebut, contohnya seperti tarian dari suku dayak asli dari kampung Tembudan dengan mengenakan pakaian adat dan musik tradisional.
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin banyaknya pendatang ke kampung Tembudan dengan berbagai suku, adat di Kampung Tembudan sudah tidak terlalu kental dengan adat Dayak saja. Meskipun begitu, adat Dayak tetap menjadi dasar dalam bermasyarakat dengan adanya kontrol dari Kepala Adat Kampung Tembudan